Pada suatu masa aku berjalan dalam kesunyian malam meyisir tiap sendi bumi, ku temui makhluk-makhluk pendosa yang berselimutkan dingin nya bumi sedang mengais mimpi dalam dunia mereka. Lalu matu ku terpatri oleh kemolekan sebuah rumah, aku berjalan menghampiri rumah itu yang setiap sisi jalannya dipenuhi rona kalap klip lampu warna warni. Semakin ku mendekat aku samakin aku mendengar jelas suasana rumah itu. Dari dalam nya bergaung megah alunan musik natal dunia. Aku masuk kedalalam rumah itu, kutemui setiap orang di dalam nya, tampak mereka semua menggunakan kemewahan dalam dunia ini. Mereka begitu menawan kata ku, lalu aku berjalan lagi dan ku temui meja yang penuh dengan makanan. Rumah ini begitu indah kata ku. Di sana sini terdengar kegembiraan natal. Semuanya bersukacita. Lalu ku berniat masuk lebih dalam lagi dalam kegembiraan itu, ingin ku merasakan apa yang mereka rasakan.
Aku lalu bertanya kepada seorang muda yang penuh dengan sukacita, mengapa begitu sukacitanya ia. Dengan penuh teriakan ia berkata, “bersukacitalah selagi bisa, karena esok kita tak lagi merayakan natal.”
Lalu aku berjalan meninggalkan kemewahan rumah itu. kembali menuju gang sempit yang kulali barusan, aku tercengang. Melihat suasana gang itu yang menjadi sunyi. Pikir ku padahal sebelumya penuh dengan manusia yang tak berpengharapan. Lalu aku melihat seorang dari kejauhan yang berjalan menjauh, aku mengejar dia dan penuh penasan aku bertanya tentang semua ini. Ia lalu berkata, “Tuan ku sedang mengurus mereka?” dengan singkat ia menjawab ku. Aku pun mengikuti derap langkahnya yang berat. Dia menuju sebuah rumah yang megah dengan sedikit rona natal, aku memasuki rumah itu. aku melihat mereka yang dulu penuh duka dan tidak berpengharapan, kini terraut sukacita jelas dalam wajah indah mereka. Ku hampiri mereka dan bertanya tentang semua ini, mereka menjawab dengan penuh sukacita “tiap waktu Tuan rumah ini rela memungut kami dari jalanan dosa yang penuh dengan najis dunia, memberikan kepada kita pengharapan sejati”.
Esok hari aku berkunjung ke rumah pertama, aku masih melihat hiasan natal yang mewah dan meriah masi menghiasi rumah itu. aku memasuki rumah itu. Aku berjumpa dengan seorang pelayan dan aku bertanya pada nya, “sudah selesaikah pesta di rumah ini?”. Sambil senyum ia berkata, “sudah, mereka yang datang semalam telah kembali dalam kesibukkan dunia mereka”.
Kemudian aku berjalan keluar dan memasuki gang yang semalam ku lalui, aku bertemu dengan seorang jalanan yang hendak berlekas pergi ke rumah ke dua yang ku kunjungi semalam. Aku mengejarnya dan berkata, “mau ke mana saudara?”. Dengan tergesa-gesa dia berkata, “tidak tahu kah kau Tuan rumah semalam telah mengundang kita dan kini kita akan datang untuk memberikan pujian kepada Nya. Dia telah memberikan pembaharuan kepada kami, kini kita tak perlu lagi menjadi pengemis dunia. Bagi kami natal adalah kehidupan kami hari lepas hari.”
Tuan rumah kedua telah memulung dengan sangat ulung, Ia mencari mereka yang penuh dosa mengambil mereka dan membaharui kehidupan mereka. Sehingga mereka dapat memuji kebesaran pemilik rumah itu. tak ada kegembiraan yang penuh selain bersama mereka. Bisa merasakan sukacita mereka yang penuh pengharapan.
Cari Blog Ini
Sabtu, 25 Desember 2010
Refleksion
Desember, merupakan bulan yang penuh kemriahan diantara seluruh bulan yang dilalui oleh para kristiani. Bulan ini seluruh sudut dunia merayakan apa yang orang kristiani sebut sebagai Natal, sebuah perayaan yang sangat meriah, dan penuh kemewahan. Natal merupakan peryaan memperingati kelahiran seorang bayi yang mereka sebut Yesus, seorang bayi yang lahir sekitar 2000 tahun yang lalu. Seorang bayi yang dulu lahir di sebuah kota kecil bernama Betlehem, sebuah kota di daerah Yudea. Kelahiran Nya tidaklah di sebuah rumah yang besar atau di sebuah rumah yang kecil, Ia lahir di tempat yang paling kotor, sebuah kandang menjadi atap dan palungan yang menjadi sebuah pembaringan yang menghangatkan Nya dari dingin malam. Lalu apa yang istimewah dari seorang bayi ini hingga setiap tahun umat manusia ini merayakan kelahiran Nya, Kelhiran bayi ini sudah di tuliskan dalam kitab-kitab dan tela dinanti oleh para nabi-nabi. Kelahiran
Manusia seolah terkesan ingin memperingati kelahiran Yesus yang akhirnya terbuai dengan persiapan-persiapan duniawi. Menghiasi jalannan dengan lampu-lampu yang berkelap-kelip, menghiasi pohon-pohon mereka dengan beraneka hiasan yang sangat mahal-mahal, memperlengkapi meja mereka dengan beraneka ragam kue-kue dan minuman mahal, menganti cat-cat rumah mereka dari yang lama menjadi yang baru, bahkan mereka tidak lupa mengganti asesoris pribadi mereka dari asesoris yang menempel di ujung rambut hingga asesoris yang menempel di ujung kuku kaki mereka.
Lalu apakah mereka telah benar-benar menyambut Yesus yang adalah Tuhan mereka? Tidak, mereka belum menyiapkan hati mereka untuk Yesus bersemayam dalam hati mereka. Hati mereka masih penuh dengan sampah dunia. Tidak ada yang mereka perbaharui dalam hati mereka, mereka hanya menyimpan sampah-sampahn dalam hati mereka dalam kebohongan kemewahan dunia. Seolah Yesus bisa di suap dengan kemeriahan dunia yang mereka berikan.
Yesus tidak membutuhkan kemewahan dan kemeriahan dunia yang setiap tahun kita ubah menjadi lebih-lebih mewah dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak, yang Ia ingin kan kita merayakan kelahirannya dengan kesederhanaan dunia namun dengan kemewahan hati, yang terlukis dalam kerendahan hati, kemurahan hati, dan ketulusan hati. Jika Ia yang adalah Tuhan kita mampu merendahkan diri dalam kelahiran Nya dalam sebuah kandang, mengapa kita tidak? Kelahirannya dalam kandang bukanlah sebuah hal yang disengaja atau di takdirkan, kelahiran Nya dalam kandang mengandung makna kesederhanaan. Kesederhanaan dalam kemuliaan yang ILAHI.
Kemuliaan dan kehormatan yang sempurna tidak hadir dalam kemewahan atau kemeriahan dunia, melainkan hadir dalam kesederhanaan dan kerendahan hati itulah kemewahan hati yang abadi
Manusia seolah terkesan ingin memperingati kelahiran Yesus yang akhirnya terbuai dengan persiapan-persiapan duniawi. Menghiasi jalannan dengan lampu-lampu yang berkelap-kelip, menghiasi pohon-pohon mereka dengan beraneka hiasan yang sangat mahal-mahal, memperlengkapi meja mereka dengan beraneka ragam kue-kue dan minuman mahal, menganti cat-cat rumah mereka dari yang lama menjadi yang baru, bahkan mereka tidak lupa mengganti asesoris pribadi mereka dari asesoris yang menempel di ujung rambut hingga asesoris yang menempel di ujung kuku kaki mereka.
Lalu apakah mereka telah benar-benar menyambut Yesus yang adalah Tuhan mereka? Tidak, mereka belum menyiapkan hati mereka untuk Yesus bersemayam dalam hati mereka. Hati mereka masih penuh dengan sampah dunia. Tidak ada yang mereka perbaharui dalam hati mereka, mereka hanya menyimpan sampah-sampahn dalam hati mereka dalam kebohongan kemewahan dunia. Seolah Yesus bisa di suap dengan kemeriahan dunia yang mereka berikan.
Yesus tidak membutuhkan kemewahan dan kemeriahan dunia yang setiap tahun kita ubah menjadi lebih-lebih mewah dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak, yang Ia ingin kan kita merayakan kelahirannya dengan kesederhanaan dunia namun dengan kemewahan hati, yang terlukis dalam kerendahan hati, kemurahan hati, dan ketulusan hati. Jika Ia yang adalah Tuhan kita mampu merendahkan diri dalam kelahiran Nya dalam sebuah kandang, mengapa kita tidak? Kelahirannya dalam kandang bukanlah sebuah hal yang disengaja atau di takdirkan, kelahiran Nya dalam kandang mengandung makna kesederhanaan. Kesederhanaan dalam kemuliaan yang ILAHI.
Kemuliaan dan kehormatan yang sempurna tidak hadir dalam kemewahan atau kemeriahan dunia, melainkan hadir dalam kesederhanaan dan kerendahan hati itulah kemewahan hati yang abadi
Rabu, 22 Desember 2010
The Radical Disciple (Bab 1_ Non Konformitas)
Disatu sisi kita ada untuk hidup, melayani dan bersaksi di tengah-tengah dunia ini. Namun pada sisi yang lain kita menghindarkan diri agar tidak terkontaminasi oleh dunia. Jadi kita seharusnya tidak menjaga kesucian kita dengan melarikan diri dari dunia.
Bab ini menjelaskan bagaimana seharusnya kita dalam menghadapi kehidupan kita di tengah dunia, namun tidak meninggalkan esensi misi kita dan ketaatan kita kepada Tuhan. Sebuah buku yang sangat jelas menjelaskan bahwa dunia ini setiap tahun dan setiap masa akan mengalami apa yang dimaksud sebagai sebuh perubahan, bahkan perubahan yang dimaksud adalah sebuah perubahan yang sangat berbeda dengan nilai-nilai agama dan moral kita. Tetapi Jhon Stott menekankan “jadi kita tidak menjaga kesucian kita dengan melarikan diri dari dunia (eskapisme) ataupun mengorbankan kekudusan kita dengan menjadi serupa (konformisme) dengnan dunia”
“tetapi janganlah kau menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu (Roma 12:2)” merupakan salah satu ayat dari berbagai ayat yang digunakan oleh Allah untuk menyatakan kepada kita bahwa jangan sampai kita menjadi terpengaruh dengna dunia ini. Menjadi terpengaruh dengan dunia ini, kita memang berada di dalam dunia dengan kebobrokannya tetapi jangan itu menjadi suatu alasan untuk kita terpengaruh dengan dununia ini.
Jhon Stott memaparkan banyak aliran pandangan-pandangan mengenai dunia ini, dan banyak pandangan itu menjadi sebuah pertentangan dalam kekeristenan. Pluralisme sebuah pandangan yang sangat menekankan bahwa setiap pandangan, pribadi atau orang memiliki hak yang sama untuk dihargai dan memilii setiap nilai yang berbeda-beda, sebuah pandangan yang sangat menekankan dan menghargai kemajemukan manusia. Dan tidak menggangap keistimewaan pada setiap orang, sehingga pandangan ini sangat menentang keunikan dan kekhususan Yesus sebagai suatu Tuhan.
Materiallisme sebuah pandangan yang mengangap materi merupakan sebuah kebutuhan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Orang-orang yang disebut kristen sering dianggap sebagai seorang yang meterialisme, anggapan ini berdasarkan bahwa orang –orang yang berada dalam kekristenan adalah orang yang mendambakan sebuah kemakmuran.
Relativisme, sebuah pandangan bahwa etika dan peraturan-peraturan merupakan sebuah perangkat manusia yang akan berubah sesuai dengan perjalanan waktu dari masa ke masa dan tergantung pada tempat pereturan itu berada. Hal ini membuat para pengikut pandangan ini beranggapan bahwa kita dapat melakukan kompromi dengan apa yang ada dalam alkitab. Nampak jelas dalam kehidupan para ahli taurat pada masa Yesus. Yesus pun sangat menentang perbuatan mereka itu.
Narsisme merupakan suatu komonitas yang sangat mengaktullisasikan diri dalam kehidupannya, mereka beranggapan bahwa kehidupan adalah diri mereka sendiri. Mereka menjadi apatis dengan kondisi lingkungan yang ada disekelilingnya dan menjadi orang-orang yang penuh dengan arogansi-arogansi pribadi. Mereka akan menunjukan segala cara agar dapat menonjolkan kepribadian mereka.
Inilah panggilan Allah untuk sebuah pemuridan yang radikal, yakni non-konformitas yang radikal terhadap budaya yang ada disekitar kita. Sebuah panggilan dalam diri setiap orang kristen untuk menghadirkan budaya alternatif Kristiani. Sebuah penggilan untuk terlibat tetapi tidak kompromi.
Menghadapi tantangan pluralisme, kita harus menjadi sebuah komunitas kebenaran, yang berdiri teguh dan berpegang pada keunikan Yesus Kristus. Menghadapi tantangan materiallisme, kita harus menjadi komunitas yang sederhana dan menganggap kita adalah orang –orang yang menggembara dalam dunia ini, kita hadir hadir dalam kesederhanaan dan akan pulang dalam kesederhanaan pula. Menghadapi tantangan relativisme, kita harus menjadi suatu komunitas yang taat, Firman Tuhan adalah mutlak dan tidak akan terbatas oleh ruang dan waktu. Menghadapi tantangan narsisme, kita harus mampu menjadi suatu komunitas kasih, sebah komunitas yang peka terhadap kondisi lingkungannya.
Kita tidak boleh mejadi seperti buluh yang mudah diombang-ambingkan oleh angin, tunduk menyerah di hadapan hembusan kertas opini publik. Namun kita harus menjadi seperti batu karang pegunungan yang tidak tergoyahkan. Kita tidka boleh menjadi seperti ikan yang mengikuti arus, sebab hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus. Namun kita harus berenang melawan arus, bahkan dalam melawan arus budaya. Kita tidak boleh menjadi seperti bunglon, yang merubah kulitnya berdasarkan warna lingkungannya. Sebaliknya kita harus berdiri menentang pandangan-pandangan sekitar.
Bab ini menjelaskan bagaimana seharusnya kita dalam menghadapi kehidupan kita di tengah dunia, namun tidak meninggalkan esensi misi kita dan ketaatan kita kepada Tuhan. Sebuah buku yang sangat jelas menjelaskan bahwa dunia ini setiap tahun dan setiap masa akan mengalami apa yang dimaksud sebagai sebuh perubahan, bahkan perubahan yang dimaksud adalah sebuah perubahan yang sangat berbeda dengan nilai-nilai agama dan moral kita. Tetapi Jhon Stott menekankan “jadi kita tidak menjaga kesucian kita dengan melarikan diri dari dunia (eskapisme) ataupun mengorbankan kekudusan kita dengan menjadi serupa (konformisme) dengnan dunia”
“tetapi janganlah kau menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu (Roma 12:2)” merupakan salah satu ayat dari berbagai ayat yang digunakan oleh Allah untuk menyatakan kepada kita bahwa jangan sampai kita menjadi terpengaruh dengna dunia ini. Menjadi terpengaruh dengan dunia ini, kita memang berada di dalam dunia dengan kebobrokannya tetapi jangan itu menjadi suatu alasan untuk kita terpengaruh dengan dununia ini.
Jhon Stott memaparkan banyak aliran pandangan-pandangan mengenai dunia ini, dan banyak pandangan itu menjadi sebuah pertentangan dalam kekeristenan. Pluralisme sebuah pandangan yang sangat menekankan bahwa setiap pandangan, pribadi atau orang memiliki hak yang sama untuk dihargai dan memilii setiap nilai yang berbeda-beda, sebuah pandangan yang sangat menekankan dan menghargai kemajemukan manusia. Dan tidak menggangap keistimewaan pada setiap orang, sehingga pandangan ini sangat menentang keunikan dan kekhususan Yesus sebagai suatu Tuhan.
Materiallisme sebuah pandangan yang mengangap materi merupakan sebuah kebutuhan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Orang-orang yang disebut kristen sering dianggap sebagai seorang yang meterialisme, anggapan ini berdasarkan bahwa orang –orang yang berada dalam kekristenan adalah orang yang mendambakan sebuah kemakmuran.
Relativisme, sebuah pandangan bahwa etika dan peraturan-peraturan merupakan sebuah perangkat manusia yang akan berubah sesuai dengan perjalanan waktu dari masa ke masa dan tergantung pada tempat pereturan itu berada. Hal ini membuat para pengikut pandangan ini beranggapan bahwa kita dapat melakukan kompromi dengan apa yang ada dalam alkitab. Nampak jelas dalam kehidupan para ahli taurat pada masa Yesus. Yesus pun sangat menentang perbuatan mereka itu.
Narsisme merupakan suatu komonitas yang sangat mengaktullisasikan diri dalam kehidupannya, mereka beranggapan bahwa kehidupan adalah diri mereka sendiri. Mereka menjadi apatis dengan kondisi lingkungan yang ada disekelilingnya dan menjadi orang-orang yang penuh dengan arogansi-arogansi pribadi. Mereka akan menunjukan segala cara agar dapat menonjolkan kepribadian mereka.
Inilah panggilan Allah untuk sebuah pemuridan yang radikal, yakni non-konformitas yang radikal terhadap budaya yang ada disekitar kita. Sebuah panggilan dalam diri setiap orang kristen untuk menghadirkan budaya alternatif Kristiani. Sebuah penggilan untuk terlibat tetapi tidak kompromi.
Menghadapi tantangan pluralisme, kita harus menjadi sebuah komunitas kebenaran, yang berdiri teguh dan berpegang pada keunikan Yesus Kristus. Menghadapi tantangan materiallisme, kita harus menjadi komunitas yang sederhana dan menganggap kita adalah orang –orang yang menggembara dalam dunia ini, kita hadir hadir dalam kesederhanaan dan akan pulang dalam kesederhanaan pula. Menghadapi tantangan relativisme, kita harus menjadi suatu komunitas yang taat, Firman Tuhan adalah mutlak dan tidak akan terbatas oleh ruang dan waktu. Menghadapi tantangan narsisme, kita harus mampu menjadi suatu komunitas kasih, sebah komunitas yang peka terhadap kondisi lingkungannya.
Kita tidak boleh mejadi seperti buluh yang mudah diombang-ambingkan oleh angin, tunduk menyerah di hadapan hembusan kertas opini publik. Namun kita harus menjadi seperti batu karang pegunungan yang tidak tergoyahkan. Kita tidka boleh menjadi seperti ikan yang mengikuti arus, sebab hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus. Namun kita harus berenang melawan arus, bahkan dalam melawan arus budaya. Kita tidak boleh menjadi seperti bunglon, yang merubah kulitnya berdasarkan warna lingkungannya. Sebaliknya kita harus berdiri menentang pandangan-pandangan sekitar.
Selasa, 21 Desember 2010
Senin, 20 Desember 2010
bahasa GIE 2
• Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
• Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
• Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
• Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
• Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
• Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
• Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
• Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
• Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
• Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
• Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
• Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
• Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
• To be a human is to be destroyed.
• Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
• Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
• I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
• Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
• Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
• Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
• Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
• Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
• Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
• Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
• Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
• Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
• Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
• Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
• Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
• Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
• Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
• Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
• Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
• To be a human is to be destroyed.
• Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
• Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
• I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
• Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
• Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
• Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
• Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.
bahasa GIE
Sebuah Tanya
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
Langganan:
Postingan (Atom)