Cari Blog Ini

Rabu, 22 Desember 2010

The Radical Disciple (Bab 1_ Non Konformitas)

Disatu sisi kita ada untuk hidup, melayani dan bersaksi di tengah-tengah dunia ini. Namun pada sisi yang lain kita menghindarkan diri agar tidak terkontaminasi oleh dunia. Jadi kita seharusnya tidak menjaga kesucian kita dengan melarikan diri dari dunia.
Bab ini menjelaskan bagaimana seharusnya kita dalam menghadapi kehidupan kita di tengah dunia, namun tidak meninggalkan esensi misi kita dan ketaatan kita kepada Tuhan. Sebuah buku yang sangat jelas menjelaskan bahwa dunia ini setiap tahun dan setiap masa akan mengalami apa yang dimaksud sebagai sebuh perubahan, bahkan perubahan yang dimaksud adalah sebuah perubahan yang sangat berbeda dengan nilai-nilai agama dan moral kita. Tetapi Jhon Stott menekankan “jadi kita tidak menjaga kesucian kita dengan melarikan diri dari dunia (eskapisme) ataupun mengorbankan kekudusan kita dengan menjadi serupa (konformisme) dengnan dunia”
“tetapi janganlah kau menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu (Roma 12:2)” merupakan salah satu ayat dari berbagai ayat yang digunakan oleh Allah untuk menyatakan kepada kita bahwa jangan sampai kita menjadi terpengaruh dengna dunia ini. Menjadi terpengaruh dengan dunia ini, kita memang berada di dalam dunia dengan kebobrokannya tetapi jangan itu menjadi suatu alasan untuk kita terpengaruh dengan dununia ini.
Jhon Stott memaparkan banyak aliran pandangan-pandangan mengenai dunia ini, dan banyak pandangan itu menjadi sebuah pertentangan dalam kekeristenan. Pluralisme sebuah pandangan yang sangat menekankan bahwa setiap pandangan, pribadi atau orang memiliki hak yang sama untuk dihargai dan memilii setiap nilai yang berbeda-beda, sebuah pandangan yang sangat menekankan dan menghargai kemajemukan manusia. Dan tidak menggangap keistimewaan pada setiap orang, sehingga pandangan ini sangat menentang keunikan dan kekhususan Yesus sebagai suatu Tuhan.
Materiallisme sebuah pandangan yang mengangap materi merupakan sebuah kebutuhan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Orang-orang yang disebut kristen sering dianggap sebagai seorang yang meterialisme, anggapan ini berdasarkan bahwa orang –orang yang berada dalam kekristenan adalah orang yang mendambakan sebuah kemakmuran.
Relativisme, sebuah pandangan bahwa etika dan peraturan-peraturan merupakan sebuah perangkat manusia yang akan berubah sesuai dengan perjalanan waktu dari masa ke masa dan tergantung pada tempat pereturan itu berada. Hal ini membuat para pengikut pandangan ini beranggapan bahwa kita dapat melakukan kompromi dengan apa yang ada dalam alkitab. Nampak jelas dalam kehidupan para ahli taurat pada masa Yesus. Yesus pun sangat menentang perbuatan mereka itu.
Narsisme merupakan suatu komonitas yang sangat mengaktullisasikan diri dalam kehidupannya, mereka beranggapan bahwa kehidupan adalah diri mereka sendiri. Mereka menjadi apatis dengan kondisi lingkungan yang ada disekelilingnya dan menjadi orang-orang yang penuh dengan arogansi-arogansi pribadi. Mereka akan menunjukan segala cara agar dapat menonjolkan kepribadian mereka.
Inilah panggilan Allah untuk sebuah pemuridan yang radikal, yakni non-konformitas yang radikal terhadap budaya yang ada disekitar kita. Sebuah panggilan dalam diri setiap orang kristen untuk menghadirkan budaya alternatif Kristiani. Sebuah penggilan untuk terlibat tetapi tidak kompromi.
Menghadapi tantangan pluralisme, kita harus menjadi sebuah komunitas kebenaran, yang berdiri teguh dan berpegang pada keunikan Yesus Kristus. Menghadapi tantangan materiallisme, kita harus menjadi komunitas yang sederhana dan menganggap kita adalah orang –orang yang menggembara dalam dunia ini, kita hadir hadir dalam kesederhanaan dan akan pulang dalam kesederhanaan pula. Menghadapi tantangan relativisme, kita harus menjadi suatu komunitas yang taat, Firman Tuhan adalah mutlak dan tidak akan terbatas oleh ruang dan waktu. Menghadapi tantangan narsisme, kita harus mampu menjadi suatu komunitas kasih, sebah komunitas yang peka terhadap kondisi lingkungannya.
Kita tidak boleh mejadi seperti buluh yang mudah diombang-ambingkan oleh angin, tunduk menyerah di hadapan hembusan kertas opini publik. Namun kita harus menjadi seperti batu karang pegunungan yang tidak tergoyahkan. Kita tidka boleh menjadi seperti ikan yang mengikuti arus, sebab hanya ikan mati yang berenang mengikuti arus. Namun kita harus berenang melawan arus, bahkan dalam melawan arus budaya. Kita tidak boleh menjadi seperti bunglon, yang merubah kulitnya berdasarkan warna lingkungannya. Sebaliknya kita harus berdiri menentang pandangan-pandangan sekitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar