Cari Blog Ini
Rabu, 02 Februari 2011
IMLEK
Tahun baru cina/Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa, d Indonesia sendiri Tahun baru ini di jadikan libur Nasional, ini merupakan suatu tanda betapa besar dan beraneka ragam nya ke budayaan Indonesia, bahkan Imlek yang merupakan kebudayaan cina telah mendarah daging dalam sumsun kebudayaan Indonesia
Populasi etnis Tionghoa di Indonesia sudah tergolong banyak, dan ternyata peran orang tionghoa dalam sejarah bangsa ternyata juga bisa di bilang memberikan peran yang cukup besar tokoh Tionghoa tersebut yang paling vokal barangkali Liem Koen Hian. Dalam rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Liem Koen Hian sering mengemukakan pendapatnya yang bercorak nasionalis dan mendukung secara penuh kemerdekaan Indonesia. Liem menekankan bahwa masyarakat Tionghoa telah lebih menjadi Indonesia dari pada China . meskipun demikian dia mengidentifikasi adanya perubahan situasi baik nasional maupun internasional. Dalam pandangan Liem, Republik Indonesia haruslah mengakui semua orang Tionghoa di Indonesia sebagai warga Negara Indonesia. Salah satu yang paling spektakuler dalam bidang militer adalah Mayor (AL ) John Lie. Sebagai nakhoda, John Lie dipercaya pemerintah Republik untuk menjual komoditas Indonesia untuk ditukar dengan persenjataan yang amat dibutuhkan melawan Belanda.
Sejarawan Asvi Warman di awal 2004 menominasiakan John Lie (yang kemudian pensiun sebagai Laksamana dan berganti nama Jahja Daniel Dharma) sebagai pahlawan nasional atas jasa-jasanya kepada Negara Republik Indonesia. Akhirnya John Lie diakui sebagai pahlawan nasional pada tahun 2009, sebagai pengakuan pemerintah RI atas jasa-jasanya yang luar biasa.
Satu hal yang sangat menarik dalam perayaan imlek adalah kebiasaan dalam membagikan angpau kepada orang lain, kompas tertanggal 3 February 2011 meyebutkan tidak kurang sekitar seribu pengemis tampak duduk dengan tertib menunggu sumbangan para umat yang bersembahyang. Kebanyakan dari mereka datang dari luar wilayah Jakarta. Ada yang datang dari Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, bahkan ada yang mengaku datang dari Jawa Timur. Karto (53), pengemis dari Bekasi, juga sengaja datang ke Jakarta untuk mendapatkan angpau atau uang yang merupakan tradisi perayaan Imlek. Sedangkan pihak keamanan kelenteng mengungkapkan, tahun ini perayaan tahun baru Imlek berlangsung dengan tertib dan aman. Kapolsub sektor Glodok Budi Teguh R (52) mengatakan, jumlah para pengemis tahun ini berkurang ketimbang tahun 2010.”
Satu hal yang saya harapkan, seandainya setiap tahun imlek pasti mereka yang tidur di jalanan akan senang. Yang kuat akan membatu yang lemah, sehingga kesejahteraan akan menjadi rata diseluruh tanah air. Mereka yang mengharapkan keadilan, kadang harapan mereka terwujud di waktu hari besar ke agamaan.
Semoga tahun baru cina ini tidak hanya membawa berkah bagi kaum kecil untuk hari ini saja, tetapi dapat terus berlangsung sepanjang sejara peradaban.
Love Papua
Tanah Papua merupakan tanah yang memliki keindahan alam yang sangat melimpah. mereka juga memiliki kebudayaan yang sangat indah dan beraneka ragam. Namun ada satu hal yang sangat di sayangkan tidak banyak orang yang tahu betul manfaat dan ke elokan ke aneka ragaman ini. Papua akan menjadi suatu tanah yang benar-benar diberkati jika setidak nya ada orang-orang yang sadar...
mari sayangi Papua...
Minggu, 30 Januari 2011
hari ke dua
Hari ke dua
Perjalan hari kedua, adalah perjalanan menuju sebuah pusat perpelanjaan yang ada di ibu kota, setiap lorong yang kumasuki sangat sesak dengan kerumunan manusia, seperti Pasar-pasar tradisional yang ada di kota-kota kecil. Yang di jual pun sangat banyak, dari yang yang berbentuk barang hingga yang menyerupai manusia dan kalangan borjuis hingga kalangan marginal, semuanya membaur diri dalam aktivitas perbelanjaan ibu kota.
Satu hal yang sangat menarik saat aku menaiki bus ibu kota, ada dua orang separuh baya yang menaiki bus itu yang satu membawa gitar, yang satunya lagi membawa sebuah gelas bekas aqua. Yah… mereka adalah musisi jalanan, lagu-lagu khas mereka pun keluar dari bibir mereka yang sudah biasa menyanyi… tidak seperti musisi yang lain, mereka mendapatkan bayaran dari belas kasihan para penumpang yang ada di dalam bus. Mengenai lagu yang mereka mainkan pun sangatlah khas… mereka memainkan lagu yang menyindir kaum borjuis parlemen yang apatis terhadap kehadiran mereka. Lagu yang mereka mainkan terkesan lucu, namun menarik karena itu menggambarkan sebuah realita yang nyata “si miskin dan si kaya”.
Kembali ke jalanan, aku menemukan sesuatu yang tidak asing, seorang duduk di pinggir jembatan penyebrangan, dengan pakaian kumal dan muka yang terlihat penuh peluh. Aku mencoba mengetahui pikiran mereka, mungkin yang saat ini mereka pikirkan adalah, “apa yang akan ku makan hari ini” atau “akan kah mereka yang lewat ini akan memberikan ku sekeping logam?”. Mungkin ini yang coba mereka pikirkan. Yah…. Mereka adalah pengemis jalanan, jika kita pikirkan, sungguh terlihat aneh jika ada pengemis di tengah-tengah pusat pemerintahan negara. Kaum borjuis, Mereka yang asik mengongkang-ongkang kaki di parlemen, sementara ada orang-orang yang mungkin sudah tidak makan selama beberapa hari. Sungguh tragis, sepertinya hukum “manusia adalah srigala bagi sesamanya adalah sebuah relita” dan kini mereka yang kuatlah yang akan bertahan di tengah dunia ini.
“ibu RI, sebuah realita kehidupan”
Perjalan hari kedua, adalah perjalanan menuju sebuah pusat perpelanjaan yang ada di ibu kota, setiap lorong yang kumasuki sangat sesak dengan kerumunan manusia, seperti Pasar-pasar tradisional yang ada di kota-kota kecil. Yang di jual pun sangat banyak, dari yang yang berbentuk barang hingga yang menyerupai manusia dan kalangan borjuis hingga kalangan marginal, semuanya membaur diri dalam aktivitas perbelanjaan ibu kota.
Satu hal yang sangat menarik saat aku menaiki bus ibu kota, ada dua orang separuh baya yang menaiki bus itu yang satu membawa gitar, yang satunya lagi membawa sebuah gelas bekas aqua. Yah… mereka adalah musisi jalanan, lagu-lagu khas mereka pun keluar dari bibir mereka yang sudah biasa menyanyi… tidak seperti musisi yang lain, mereka mendapatkan bayaran dari belas kasihan para penumpang yang ada di dalam bus. Mengenai lagu yang mereka mainkan pun sangatlah khas… mereka memainkan lagu yang menyindir kaum borjuis parlemen yang apatis terhadap kehadiran mereka. Lagu yang mereka mainkan terkesan lucu, namun menarik karena itu menggambarkan sebuah realita yang nyata “si miskin dan si kaya”.
Kembali ke jalanan, aku menemukan sesuatu yang tidak asing, seorang duduk di pinggir jembatan penyebrangan, dengan pakaian kumal dan muka yang terlihat penuh peluh. Aku mencoba mengetahui pikiran mereka, mungkin yang saat ini mereka pikirkan adalah, “apa yang akan ku makan hari ini” atau “akan kah mereka yang lewat ini akan memberikan ku sekeping logam?”. Mungkin ini yang coba mereka pikirkan. Yah…. Mereka adalah pengemis jalanan, jika kita pikirkan, sungguh terlihat aneh jika ada pengemis di tengah-tengah pusat pemerintahan negara. Kaum borjuis, Mereka yang asik mengongkang-ongkang kaki di parlemen, sementara ada orang-orang yang mungkin sudah tidak makan selama beberapa hari. Sungguh tragis, sepertinya hukum “manusia adalah srigala bagi sesamanya adalah sebuah relita” dan kini mereka yang kuatlah yang akan bertahan di tengah dunia ini.
“ibu RI, sebuah realita kehidupan”
Langganan:
Postingan (Atom)